Pendahuluan
Pada 4 Juli 2022, Pemerintah telah mengirimkan draft RKUHP terbaru ke DPR yang diperkirakan akan dibahas dan disahkan pada bulan Agustus 2022. Dalam beberapa kesempatan, Pemerintah dan DPR mengatakan akan menghimpun masukan dari berbagai kalangan, termasuk di dalamnya praktisi hukum, yaitu advokat.
Berdasarkan Undang-undang Advokat dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Advokat tentu saja memiliki peran sentral dalam hukum acara pidana, dalam konteks itu, bagian yang tidak dapat luput dibahas adalah terkait hukum materil pidana itu sendiri, yang tercantum di dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP). RKUHP sendiri masih memuat beberapa ketentuan bermasalah yang diproyeksi akan berdampak pada kewenangan advokat dan perannya untuk melindungi HAM kliennya.
Jika merujuk pada instrumen hak asasi manusia internasional, seperti Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 12 tahun 2005, advokat memiliki peranan penting dalam memastikan pemenuhan hak tersangka/terdakwa, misalnya memastikan untuk bebas dari perampasan kemerdekaan yang sewenang-wenang (Pasal 9 ICCPR). Dalam proses penegakan hukum, pelanggaran hak tersebut sangat rentan terjadi saat proses penangkapan dan penahanan, termasuk ketika masih diperiksa sebagai saksi oleh penyidik.
Pada tahapan tersebut, peran advokat cukup signifikan dalam memastikan pemenuhan hak-hak kliennya, termasuk melakukan strategi pembelaan sebagai bagian dari menjalankan tugas profesinya. Namun dalam RKUHP, terdapat beberapa pasal yang mengancam kewenangan advokat dalam melakukan pembelaan dan berhubungan dengan pelaksanaan tugas advokat untuk melindungi HAM kliennya misalnya ketentuan mengenai obstruction of justice (Pasal 282, 284 ayat (1) RKUHP) dan contempt of court (Pasal 280 RKUHP).
Pengaturan obstruction of justice diartikan sebagai tindak pidana menghalangi proses hukum. Dalam perkembangannya, undang-undang lain di luar KUHP seperti Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) juga mengatur obstruction of justice namun pendekatannya berbeda dengan Pasal 221 KUHP yang menjadi asal muasal tindak pidana ini. Perumusan Pasal 21 UU PTPK membuka ruang interpretasi yang sedemikian luasnya pada level praktik sehingga kerap digunakan untuk mengkriminalisasi advokat yang berupaya melakukan pembelaan kliennya. Sedangkan Pasal 282 RKUHP menggunakan rumusan yang sama dengan Pasal 21 UU PTPK. Praktik buruk yang dihasilkan dari perumusan obstruction of justice tersebut hampir bisa dipastikan akan terulang bahkan untuk semua jenis tindak pidana ketika RKUHP disahkan.
Kemudian rumusan Pasal 284 ayat (1) RKUHP juga mengandung dua permasalahan: Pertama, tidak jelas sampai batas mana yang disebut dengan “pertolongan” dalam Pasal 284 ayat (1) huruf b sehingga perlu diperjelas dalam bagian penjelasan pasal. Kedua, terdapat kekeliruan penerjemahan dalam RKUHP 2022 yang berasal dari KUHP Hindia Belanda, di mana unsur memberikan pertolongan dibatasi dalam konteks melarikan diri dari pemeriksaan.
Pada bagian yang lain terkait delik contempt of court khususnya pada Pasal 280 RKUHP huruf (c) juga diformulasikan dengan rumusan yang kabur. Dalam praktik misalnya, advokat kerap melakukan perekaman ketika sidang untuk kepentingan mempersiapkan bahan pembelaan bagi kliennya. Dengan rumusan yang ada saat ini, advokat juga akan terancam dikenai pidana.
Sehubungan dengan permasalahan pasal-pasal RKUHP di atas yang berpotensi menghambat kewenangan dan pelaksanaan tugas advokat sebagai upaya melindungi HAM kliennya, Organisasi Advokat telah mengkaji dan menyusun rekomendasi atas draft terbaru RKUHP per tanggal 4 Juli 2022. Bahan kajian dalam rangka mendorong pembahasan masukan Organisasi Advokat terhadap RUU KUHP terbaru telah selesai disusun dan perlu dilakukan finalisasi. Kemudian, dalam rangka mengamplifikasi diskursus publik tentang pasal-pasal bermasalah yang berdampak pada kewenangan dan pelaksanaan tugas advokat untuk melindungi HAM kliennya, seminar penyampaian rekomendasi organisasi advokat terhadap Rancangan KUHP 2022 perlu diselenggarakan.
Tujuan Kegiatan
Kegiatan Seminar Nasional ini bertujuan untuk:
- Mendiskusikan pasal-pasal bermasalah dalam draft terbaru RKUHP per 4 Juli 2022 yang berdampak pada kewenangan dan pelaksanaan tugas advokat untuk melindungi HAM kliennya;
- Memaparkan rekomendasi organisasi advokat terhadap Rancangan KUHP 2022 kepada Pemerintah dan DPR.
Pelaksanaan Kegiatan
- Hari/Tanggal: Rabu, 3 Agustus 2022, 09.30 – 12.30 WIB
- Tempat: Zoom Webinar
Narasumber
- Dr. Luhut MP Pangaribuan, S.H., LLM, Ketua Umum DPN PERADI
- Dr. A. Patra M. Zen, S.H., LLM, Sekretaris Jenderal DPN PERADI Suara Advokat Indonesia
- Diyah Sasanti R., S.H., M.B.A., M.Kn., CIL., CLA., CLI., CRA., Wakil Presiden KAI Bidang Perempuan dan Anak
Penanggap
- Dr. Eddy O. S. Hiariej, S.H., M.Hum., Wakil Menteri Hukum dan HAM RI
- H. Arsul Sani, S.H, M.Si. Pr.M, Wakil Ketua MPR RI, Anggota Komisi III DPR RI
- Arteria Dahlan, S.T., S.H., M.H., Anggota Komisi III DPR RI
Moderator:
Dr. Indriaswati D. Saptaningrum, S.H., LL.M., Akademisi UNIKA Atma Jaya Jakarta