Pasal 32 ayat (4) Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) mengamanatkan kepada para advokat Indonesia untuk membentuk organisasi advokat tunggal dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkan. Maka pada tanggal 21 Desember 2004, para advokat Indonesia yang berasal dari organisasi advokat yang eksis pada saat itu (IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM dan APSI) sepakat membentuk Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).
Menurut Mahkamah Konstitusi, “Pasal 32 ayat (4) UU Advokat sesungguhnya merupakan pasal yang sudah selesai dilaksanakan dengan telah berlalunya tenggat dua tahun dan dengan telah terbentuknya PERADI sebagai organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat, sehingga tidak relevan lagi untuk dipersoalkan konstitusionalitasnya.” (vide putusan MK No. 014/PUU-IV/2006 jo. 66/PUU-VIII/2010 jo. 35/PUU-XVI/2018).
Pada putusan yang sama, Mahkamah Konstitusi juga menegaskan bahwa PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang melaksanakan fungsi negara dalam bentuk 8 (delapan) kewenangan, yaitu:
Ketua
Anggota
Anggota